Rabu, 09 Februari 2011

Biodata

Nama                           : Mochammad Yogie
NPM                           : 032109009
Semester/Kelas            : III-A
Program Studi              : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas                       : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Alamat Lengkap           : Jl. Marga Bhakti Rt.01/03 Kec.Bogor Selatan
Hobi                             : Bermain Musik

Kumpulan Cerpen

“EMAK”
Karya  :Rokesih

Berawal dari tokoh Siti yang merasa malu memiliki ibu kandung yang selalu memakai bahasa dengan logat tegal dan sifat yang menurutnya memalukan, serta mendengar ibunya yang selalu menyebut dirinya emak. Dia merasa gengsi dan malu apabila memperkenalkan teman-teman kelas disekolah kepada ibunya, padahal ibunya selalu menyuruh dia mengundang teman-temannya ke rumah, terutama pada saat dia berulang tahun.
Sampai hari ulang tahunnya tiba, siti pun mewujudkan apa yang diinginkan ibunya itu. Dengan perasaan gugup dan malu, dia pun mengundang teman-teman kelas disekolahnya untuk merayakan hari ulang tahun dirumahnya. Setelah sampai dirumahnya, Ibu siti pun menyambut kedatangan teman-temannya dengan memakai bahasa logat tegalnya itu. Dalam Pestanya di gelar dengan makan rujak mangga bersama, siti merasa malu kepada teman-temannya ketika ibunya mulai memanjat pohon mangga yang ada depan halaman rumahnya. Melihat tingkah laku ibunya, teman-teman siti pun tertawa. Setelah pesta ulang tahunnya selesai, ibunya mengantarkan teman-temannya  yang hendak akan pulang sampai kedepan halaman rumahnya.
Esok pun tiba, seperti biasa siti berangkat sekolah, namun kali ini dia tidak pamit pada ibunya dan pergi begitu saja, padahal ibunya terus memanggil namanya. Setelah sampai di sekolah tepatnya dalam kelas, teman-temannya pun tertawa seolah-olah mengejek dirinya soal acara ulangtahun yang di gelar dirumahnya itu,dia pun diam dan merasa malu.
Setelah pulang sekolah, siti di ajak oleh temannya yang bernama amel untuk belajar bersama dirumahnya. sampai dirumahnya tepatnya diruang kamar amel, tidak lama ibu amel pun datang. Siti pun lekas keluar dari kamar amel ,dan menyapa ibunya, namun ibunya amel diam seolah-olah cuek dan tidak membalas sapaannya itu. Amel pun menghampiri siti yang sedang kebingungan, dia mencoba mengatakan pada siti bahwa ibu nya orangnya sangatlah  cuek. Setelah pulang dari rumah amel, Siti pun sadar dan menyesal atas kelakuannya yang telah merasa sombong dan malu memiliki sosok ibu kandung yang memiliki sifat yang menurutnya memalukan itu.
                     “Pendekatan Pragmatik”

‘’Seharusnya kita tahu dan sadar, bahwa ibu adalah sosok yang telah melahirkan kita dan merawat kita dari kecil, hingga kita menjad idewasa. Oleh karena itu, kita sebagai anaknya tidak boleh mempunyai rasa tidak suka, apalagi sampai melukai hatinya”.
Cerpen “Emak” karya Rokesih ini, sangatlah menarik bagi para pembacanya, karena cerpen ini melukiskan kenyataan yang benar-benar terjadi dalam kehidupan manusia. Apabila kita sudah membacanya, banyak sekali makna, dan banyak gaya bahasa baru yang kita dapatkan. Dalam isinya Cerpen ini menceritakan tentang tokoh siti yang merasa malu dan gengsi mempunyai ibu kandung yang selalu menggunakan bahasa dengan logat tegal dan sikap yang menurutnya sangatlah memalukan, serta selalu menyebut dirinya (emak) itu. Dia malu memperkenalkan ibunya kepada teman-teman kelas disekolahnya, karena takut menjadi bahan tawa dan ejekan teman-temannya.Namun tidak lama dia sadar dan menyesal atas perbuatan yang dia lakukan kepada ibunya itu.
Kita sebagai pembaca cerpen ini, akan merasakan tertawa,sedih, terharu dan bahagia. Rasa tawanya pada saat ibunya siti memanjat pohon mangga, untuk menggelar pestaulang tahun siti yang di buka dengan makan rujak bersama dengan teman-temannya. Rasa sedihnya ketika tokoh siti yang telah tega tidak pamit pada ibunya, ketika hendak akan berangkat sekolah karena rasa kesal dan marah. Rasa haru dan bahagianya, ketika tokoh siti yang telah sadarkan diri dan menyesal telah marah dan merasa malu serta gengsi memiliki sosok ibu kandung yang menurutnya memalukan.
‘’jagalah sikap kepada ibu kita, berbhakti dan sayangi lah serta jagalah dirinya.Apabila kita melakukan sesuatu yang membuatnya terluka oleh kita, segeralah minta maaf kepadanya. Kita haru percaya ,sesungguhnya  (surga di telapak kaki ibu) “.





Sinopsis

“Mimpi Terindah Sebelum Mati”
Karya : Maya Wulan

Berawal dari tokoh (Aku) yang terbaring dan tak sadarkan diri di rumah sakit. Di tangan kanan nya terlihat selang infus. Dia jatuh sakit karena kecewa kepada ayah nya yang telah mengingkari janji untuk datang menemui dia dan ibu nya kembali.
 Sebelum ayah nya berangkat keluar negeri untuk sebuah pekerjaan, ayahnya sempat berkata “Ayah janji, tidak akan pergi lama. kau bisa menandai hari dengan terus mencoreti setiap penanggalan di  kalender, dan tanpa kau sadari ayah sudah kembali”.  Setelah ayahnya pergi meninggalkan dia dan ibunya, tokoh (aku) disibukan menandai hari dengan mencoreti setiap penanggalan yang ada dikalendernya,seperti janji yang telah diberikan oleh ayahnya. Namun, setelah beberapa hari lamanya,dia mulai kelelahan dan malas untuk mencoreti kalendernya karena ayahnya belum saja pulang menemui keluarganya kembali. Dia menangis dan kecewa, sampai suatu hari, ibunya mengatakan bahwa “ayah telah tiada dan sudah terbang ke surga”. Mendengar kejadian itu, dia menangis dan mulai membenci angka-angka serta penanggalan. Setelah kejadian itu pun, dia malas untuk makan dan sering melukai dirinya sendiri, hingga akhirnya dia terbaring sakit dan tak sadarkan diri.
Dalam pembaringannya, tokoh (Aku) yang tak sadarkan diri dan terbaring lemah , dia bermimpi. Dalam mimpinya, Dia mengingat Ramadhani (kekasihnya), yang selalu mengunci mulutnya dengan cara mencium bibirnya,karena selalu berbicara tentang kematian. Namun, kini tak ada lagi ciuman itu,karena menurutnya, kita sudah terpisah dalam ruang dan dimensi yang tentunya berbeda. Tak lama, Suasana dalam mimpinya berganti begitu hening, sunyi, dan rapat diselimuti kabut tebal. Dia berjalan dan terus berjalan dalam suasana sunyinya, tak lama muncul sosok laki-laki dewasa berdiri dihadapannya,ternyata laki-laki itu ialah ayahnya. Dia langsung berlari dan langsung memeluk ayahnya dengan erat, dia sangat bahagia karena bisa bertemu kembali dengan ayahnya dan suasana yang tadinya sunyi yang diselimuti kabut tebal berubah menjadi taman yang dikelilingi bunga-bunga yang indah. Namun tak lama pula, tiba-tiba diatas kepalanya serasa ada seseorang yang menarik sesuatu dari tubuhnya, dan dia lupa akan semua mimpinya, dia hanya melihat Ramadhani yang sedang menangis dan terus menangis dipelukan ibunya serta dia melihat dokter yang mencabut selang infus ditangannya.   
                        
                           “Pendekatan Pragmatik”

“Kita sebagai manusia tahu bahwa hidup kita di dunia ini hanyalah sementara, dan merupakan titipan saja. Suatu saat kita akan kembali kepadanya, dan kita tidak tahu pula kapan kita akan kembali kepadanya, kita hanya bisa pasrah dan meninggalkan semua orang terdekat yang selalu menyayangi dan mencintai kita”.
            Cerpen “Mimpi Terindah sebelum Mati” karya Maya Wulan ini sangat menarik bagi para pembacanya, karena cerpen ini melukiskan tentang kehidupan yang terjadi di dunia ini. Apabila kita sudah membaca nya, banyak sekali makna yang kita dapat,dan gaya bahasa baru yang belum kita ketahui. Isi cerpen ini melukiskan tentang tokoh (Aku) yang menyusul ayahnya yang telah tiada, Tokoh (aku) meninggal dunia karena jatuh sakit, sebelum dia meninggal dalam keadaan tak sadarkan diri , dia bermimpi bertemu dengan ayahnya yang telah pergi meninggalkannya dan Ramadhani (kekasihnya).
            Kita sebagai pembaca cerpen ini, akan merasakan sedih dan bahagia. Rasa sedihnya, ketika tokoh (Aku) meninggal dunia, dia meninggalkan dua orang yang selalu menyayangi dan mencintainya, dua orang yang dia tinggalkan ini adalah (ibu nya),dan Ramadhani (kekasihnya). Rasa bahagia nya, ketika Tokoh (Aku) dalam mimpinya bertemu dengan ayahnya kembali.
“Kita akan merasakan sedih, ketika orang yang kita sayangi meninggalkan kita terlebih dulu. Namun kita harus tahu, cepat atau lambat kita sebagai manusia akan kembali kepadanya yaitu sang maha pencipta seluruh alam ini”.  

Kumpulan Puisi

                           Janjimu Palsu 


Karya : Mochammad Yogie

Seharusnya ku tahu

Kau tak cinta kepadaku

Janjimu dulu

Hanyalah kepalsuanmu

                              Dirimu tlah pergi

                              Tinggalkan luka di hati

                              Tak pedulikan hati

                              Yang menangis kembali

Aku benci…

Dan aku kecewa padamu

Janjimu…

Janjimu palsu

Kumpulan Novel

Sinopsis
“Sitti Nurbaya”
(Kasih Tak Sampai)
Karya : Marah Rusli

Seorang Penghulu di padang yang bernama sutan Mahmud Syah dengan isterinya bernama Sitti Maryam, yang mempunyai seorang anak tunggal laki-laki bernama Samsul Bahri. Rumah mereka berdekatan dengan rumah seorang saudagar bernama Baginda Sulaeman, yang mempunyai seorang anak tunggal bernama Sitti Nurbaya. Dua keluarga ini adalah dua keluarga yang bersahabat karib.
            Pada suatu hari setelah pulang dari sekolah, Samsulbahri mengajak sitti nurbaya pergi ke gunung padang bersama kedua orang temannya, yaitu Zainularifin dan  Bahtiar untuk bertamasya. Samsulbahri, Zainularifin dan Bahtiar akan melanjutkan sekolah dokter jawa di Jakarta. Tepat pada hari yang ditentukan, berangkatlah mereka bertamasya ke gunung padang. Disana Samsulbahri menyatakan cintanya kepada  Sitti Nurbaya yang mendapatkan balasan. Sejak itu pula mereka berdua mengadakan perjanjian akan sehidup semati.
            Pada satu hari yang telah ditentukan, berangkatlah Samsulbahri melanjutkan sekolahnya ke Jakarta bersama Zainularifin dan Bahtiar. Di sekolah itu, Samsulbahri satu kelas dengan Zainularifin.
            Di padang ada seorang saudagar yang kaya bernama Datuk Maringgih, yang selalu berbuat kejahatan secara halus sehingga tidak diketahui orang lain. Kekayaannya itu didapatkan secara tidak halal. Untuk itu ia mempunyai banyak kaki tangan, antara lain ialah pendekar tiga,pendekar empat dan pendekar lima.
            Melihat kekayaan Baginda Sulaeman, Datuk Maringgih merasa tidak senang, maka semua kekayaan Baginda sulaeman diputuskan akan dilenyapkan. Dengan perantara kaki tangannya itu dibakarlah tiga buah toko Baginda sulaeman, serta perahu-perahunya yang penuh berisi muatan ditenggelamkannya.
            Untuk memperbaiki perdagangannya itu, Baginda Sulaeman meminjam uang kepada datuk Maringgih dan untuk mengembalikan uang pinjamannya itu, ia masih mempunyai pengharapan atas hasil kebun kelapanya. Tetapi alangkah terkejutnya ketika diketahuinya semua pohon kelapanya sudah tidak berbuah lagi. Kebun kelapanya itu oleh para kaki tangan  Datuk Maringgih diberi obat-obatan, sehingga pohon kelapanya tidak ada yang berbuah sedikitpun. Di samping itu, karena hasutan kaki tangan Datuk Maringgih, semua langganan yang telah berhutang pada Baginda Sulaeman mengingkari hutangnya. Dengan demikian Baginda Sulaeman menjadi orang yang sangat melarat, sehingga ia tidak bisa membayar hutangnya.
            Karena Baginda Sulaeman tidak dapat membayar hutangnya, maka Datuk Maringgih bermaksud menyita rumah dan barang-barang milik Baginda Sulaeman, kecuali Jika Sitti Nurbaya diserahkan kepadanya untuk dijadikan sebagai istri. Awalnya Sitti Nurbaya menolak dan tidak sudi, tetapi ketika ayahnya hendak digiring akan dimasukan penjara, maka secara terpaksalah ia mau dijadikan sebagai isteri Datuk Maringgih, walaupun hatinya sangat benci padanya. Selanjutnya kejadian yang menimpa dirinya dan ayahnya itu segera diberitahukan kepada Samsulbahri.
            Setelah setahun di Jakarta, menjelang puasa, pulanglah Samsulbahri ke padang. Setelah menjumpai orang tuanya yang sehat walafiat, pergilah ia ke rumah Baginda Sulaeman, setelah ia mendengar dari ibunya, bahwa Baginda Sulaeman sedang sakit. Sesampainya ke tempat yang di tuju, dijumpainya Baginda Sulaeman yang sedang terbaring sakit. Tidak lama setelah kedatangan Samsulbahri itu, datanglah Sitti Nurbaya yang memang ayahnya mengharapkan kedatangannya. Maka berjumpalah Samsulbahri dengan Sitti Nurbaya. Beberapa hari kemudian, berjumpalah mereka kembali dalam pertemuan di malam hari. Kedua nya yang saling melepas rindu itu, ternyata tidak mengetahui bahwa gerak-gerik merekasedang diikuti oleh Datuk Maringgih beserta Kaki tangannya. Karena tak tahan akan rindunnya, Samsulbahri dan Sitti Nurbaya pun berciuman. Pada saat itu lah Datuk Maringgih muncul dan terjadilah percekcokan diantara mereka. Karena mendengar kata-kata yang pedas dari Samsulbahri, maka Datuk Maringgih memukulkan tongkat dengan sekeras-kerasnya kepada Samsulbahri, Tetapi karena Samsulbahri menghindarkan dirinya sambil memegang Sitti Nurbaya, maka pukulan Datuk Maringgih tidak mengenai sasarannya, akhirnya ia pun tersungkur. Dengan segera Samsulbahri pun langsung menendangnya, karena kesakitan, berteriaklah Datuk Maringgih minta tolong. Mendengar teriakan itu keluarlah Pendekar Lima dari persembunyiannya dengan bersenjatakan sebilah keris.
            Melihat Pendekar Lima membawa keris itu, berteriaklah Sitti Nurbaya sehingga teriakannya itu terdengar oleh para tetangga dan Baginda Sulaeman yang sedang sakit itu. Karena disangkannya Sitti Nurbaya mendapatkan kecelakaan, maka bangkitlah Baginda Sulaeman dan segera ke tempat anaknya itu. Tetapi karena kurang hati-hati, terperosoklah ia jatuh, sehingga seketika itu juga Baginda Sulaeman meninggal. Ia dikebumikan di gunung padang.
            Pada waktu Pendekar Lima hendak menikam Samsulbahri, menghindarlah Samsulbahri,dan pada saat itu juga ia berhasil menendang tangan Pendekar Lima, sehingga keris yang ada ditangannya terlepas. Sementara itu, datanglah para tetangga yang mendengar teriakan Sitti Nurbaya itu. Melihat mereka yang berdatangan, larilah Pendekar lima ke tempat persembunyiannya.
             Di para tetangga yang berdatangan itu, kelihatan pula Sutan Mahmud Syah yang hendak menyelesaikan peristiwa itu. Setelah ia mendengar penjelasan Datuk Maringgih tentang perbuatan yang telah dilakukan oleh anaknya itu, maka
tanpa dipikirkan masak-masak lebih dulu, Samsulbahri pun di usir oleh Sutan Mahmud Syah dari rumahnya, karena menurutnya ia telah mempermalukan keluarganya. Pada malam hari itu juga secara diam-diam Samsulbahri pun pergi ke Teluk Bayur untuk naik kapal menuju Jakarta. Pada pagi harinya, ributlah Sitti Maryam mencari anaknya itu. Setelah gagal mencari kesana-sini, maka dengan sedihnya, pergilah Sitti Maryam ke rumah saudaranya di Padang Panjang. Disana karena terus menyimpan rasa kesedihannya itu, ia pun jatuh sakit.
            Sejak kematian ayahnya, Sitti Nurbaya menunjukan kekerasan hatinya kepada Datuk Maringgih. Ia pun berani mengusirnya dan tidak mau mengakui suaminya lagi. Dengan rasa geram hati dan dendam, pulanglah Datuk Maringgih ke rumahnya. Ia pun berencana akan membunuh Sitti Nurbaya.
            Setelah peristiwa pertengkaran dengan Datuk Maringgih itu, Sitti Nurbaya tinggal di rumah saudara sepupunya bernama Alimah. Dirumah itu Sitti Nurbaya mendapatkan petunjuk-petunjuk dan nasihat, antara lain ialah untuk menjaga keselamatan atas dirinya, Sitti Nurbaya dinasihati oleh Alimah agar pergi saja ke Jakarta, berkumpul bersama Samsulbahri. Petunjuk dan nasihat Alimah  sepenuhnya di terima oleh Sitti Nurbaya, dan diputuskannya ia akan pergi ke Jakarta bersama Pak Ali yang telah berhenti ikut Sutan Mahmud Syah sejak pengusiran diri atas Samsulbahri tersebut. Kepada Samsulbahri pun ia memberitahukan kedatangannya itu. Tetapi malang bagi Sitti Nurbaya, karena percakapannya dengan Alimah tersebut, dapat didengar  oleh kaki tangan Datuk Maringgih yang memang sengaja memata-matainya.
            Pada hari yang telah ditentukan, berangkatlah Sitti Nurbaya dengan Pak Ali ke Teluk Bayur untuk segera naik kapal menuju Jakarta. Mereka tidak mengetahui bahwa perjalanan mereka diikuti oleh Pendekar Tiga dan Pendekar Lima. Setelah Sitti Nurbaya dan Pak Ali menaiki kapal dan mencari tempat yang tersembunyi, maka berkatalah pendekar Lima kepada Pendekar Tiga, bahwa ia akan mengikuti perjalanan Sitti Nurbaya ke Jakarta, sedang Pendekar Tiga disuruhnya pulang untuk memberitahukan peristiwa itu kepada Datuk Maringgih. Setelah itu, Pendekar Lima pun menaiki kapal tersebut dan mencari tempat yang tersembunyi pula.
            Pada suatu saat tatkala orang menjadi ribut  di kapal, akibat ombak yang sangat besar, lalu pergilah Pendekar Lima mencari  tempat Sitti Nurbaya bersembunyi. Setelah ia mendapatkannya, ia pun menyeret Sitti Nurbaya dan akan membuangnya ke laut. Melihat kejadian itu, Pak Ali pun bertindak, tetapi ia pun mendapatkan pukulan Pendekar Lima dan tidak mampu melawannya kembali. Sitti Nurbaya pun berteriak sekuat-kuatnya sampai ia pun jatuh pingsan. Teriakannya itu terdengar oleh semua orang yang berada dalam kapal, lebih-lebih Kapten kapal itu. Karena takut ketahuan akan perbuatannya itu, Pendekar Lima pun lari untuk menyembunyikan diri. Sitti Nurbaya pun Akhirnya di angkat seseorang ke suatu kamar untuk di rawat.
            Akhirnya tak lama kapal pun tiba di Jakarta. Di pelabuhan Tanjung Priok, Samsulbahri sudah gelisah menantikan kedatangan kapal yang ditumpangi oleh kekasihnya itu. Setelahkapal itu merapat ke darat, maka naiklah Samsulbahri ke kapal untuk mencari Sitti Nurbaya. Alangkah terkejutnya ketika ia mendengar dari Kapten kapal dan Pak Ali, tentang peristiwa yang menimpa diri Sitti Nurbaya itu. Dengan di antar Kaptan kapal dan Pak Ali, pergilah Samsulbahri ke kamar Sitti Nurbaya dirawat. Sesampainya ia melihat Sitti Nurbaya terbaring dalam keadaan lemah tak berdaya.
            Pada saat itu, tiba-tiba datanglah polisi mencari Sitti Nurbaya. Setelah berjumpa dengan Kaptan kapal dan Samsulbahri, diberitahukan kepada mereka bahwa kedatangan mencari Sitti Nurbaya itu ialah atas perintah atasannya yang telah mendapat telegram dari Padang, bahwa ada seorang wanita bernama Sitti Nurbaya yang yelah melarikan diri dengan membawa barang-barang berharga milik suaminya dan diharapkan orang itu di tahan, dan dikirim kembali ke Padang. Mendengar hal itu, mengertilah Samsulbahri bahwa hal itu ialah tidak lain akal busuk Datuk Maringgih. Ia pun minta kepada polisi itu agar hal tersebut jangan diberitahukan dulu kepada Sitti Nurbaya, mengingat akan kesehatannya yang sangat mengkhawatirkan itu. Ia meminta kepada yang berwajib agar kekasihnya itu di rawat dulu di Jakarta, sampai ia sembuh sebelum kembali ke Padang. Permintaan Samsulbahri pun dikabulkan, setelah Dokter yang memeriksanya menganggap akan perlunya perawatan atas diri Sitti Nurbaya. Setelah Sitti Nurbaya sembuh, barulah diberitahukan hal telegram itu kepada kekasihnya. Dengan senang hati, kabar itu pun di terima oleh Sitti Nurbaya. Ia pun bermaksud kembali ke Padang untuk menyelesaikan masalah yang didakwakan atas dirinya itu. Samsulbahri berusaha meminta kepada yang berwajib, agar perkara kekasihnya itu diperiksa di Jakarta saja, namun permintaan itu tidak dikabulkan. Maka pada hari yang telah ditentukan, berangkatlah Sitti Nurbaya ke Padang dengan di antarkan oleh pihak yang berwajib. Dalam pemeriksaan di padang, ternyata Sitti Nurbaya tidak terbukti melakukan kejahatan seperti yang telah didakwakan atas dirinya itu. Karena itulah, Sitti Nurbaya dibebaskan dan disana ia tinggal di rumah Alimah.
            Pada suatu hari, walaupun tidak disetujui oleh Alimah, Sitti Nurbaya pergi membeli kue yang dijagakan oleh Pendekar Empat, yaitu kaki tangan Datuk Maringgih. Kue yang sengaja disediakan khusus untuk Sitti Nurbaya itu telah berisi racun. Setelah penjaga kue itu pergi, Sitti Nurbaya pun makan kue yang baru saja dibelinya. Setelah makan kue itu, ia merasa kepalanya pusing. Tidak lama kemudian secara mendadak Sitti Nurbaya pun meninggal. Mendengar dan melihat hal itu, terkejutlah ibu Samsulbahri yang pada waktu itu sedang menderita sakit keras, sehingga menyebabkan kematiannya. Lalu kedua jenazah itu dikebumikan di Gunung Padang bersampingan dengan makan Baginda Sulaeman.
            Kabar kematian Sitti Maryam dan Sitti Nurbaya itu langsung dikabarkan kepada Samsulbahri di Jakarta. Membaca telegram yang sangat menyedihkan itu, Samsulbahri memutuskan untuk bunuh diri. Sebelum hal itu dilakukannya, ia menulis surat kepada guru dan teman-temannya, demikian pula kepada ayahnya di Padang, untuk minta berpisah selama-lamanya. Kemudian dengan menyaku sebuah pistol, pergilah ia ke kantor pos bersama Zainularifin untuk memasukan surat. Kabar yang sangat menyedihkan itu dirahasiakan oleh Samsulbahri, sehingga Zainularifin pun tidak mengetahuinya. Sesampainya ke kantor pos, Samsulbahri minta berpisah dengan Zainularifin dengan alasan bahwa ia hendak pergi ke rumah seorang tuan yang telah dijanjikannya. Zaenularifin pun memperkenankannya, tetapi dengan tidak diketahui oleh Samsulbahri, ia pun mengikuti gerak-gerik sahabatnya itu, karena ia mulai curiga akan maksud sahabatnya itu.
            Pada suatu tempat di kegelapan, Samsulbahri berhenti dan mengeluarkan pistolnya yang kemudian menghadapkan ke kepalanya. Melihat yang dilakukan sahabatnya itu, Zaenularifin segera mengejarnya sambil berteriak. Karena teriakan Zaenularifin itu, peluru yang telah meletus itu tidak mengenai sasarannya. Akhirnya kabar tentang seorang murid Sekolah Dokter Jawa di Jakarta yang berasal dari Padang telah bunuh diri itu tersiar kemana-mana melalui surat kabar. Kabar itu pun sampai di Padang dan di dengar oleh Sutan Mahmud Syah dan Datuk Maringih.
            Karena perawatan yang baik, sembuhlah Samsulbahri. Ia minta kepada yang berwajib agar berita mengenai dirinya yang masih hidup itu dirahasiakan, sejak itu lah ia pun berhenti sekolah. Karena ia menginginkan untuk mati, ia pun menjadi serdadu (tentara). Ia di kirim kemana-mana antara lain ke Aceh untuk memedamkan kerusakan-kerusakan yeng terjadi di sana. Karena keberaniannya, maka dalam waktu sepuluh tahun saja, pangkat Samsulbahri dinaikan menjadi Letnan dengan nama Letnan Mas.
            Pada suatu hari, Letnan Mas bersama kawannya bernama Letnan Van Sta ditugaskan untuk memimpin anak buahnya memadamkan pemberontakan mengenai masalah Balasting (pajak). Sesampainya di Padang dan sebelum terjadi pertempuran, pergilah Letnan ke tempat pemakaman ibu, kekasihnya,dan baginda sulaeman di Gunung Padang.
            Dalam pertempuran dengan pemberontakan itu, bertemulah Letnan Mas dengan Datuk Maringgih yang termasuk sebagai salah satu pemimpin pemberontakan itu. Setelah bercekcok sebentar, maka ditembaklah Datuk Maringgih oleh Letnan Mas, sehingga ia pun menemui ajalnya. Tetapi sebelum ia meninggal, ia pun sempat membalasnya. Dengan ayunan pedangnya, kenalah kepala Letnan Mas yang menyebabkan ia rebah. Ia rebah diatas timbunan mayat yang antara lain terdapat mayat Pendekar Empat dan Pendekar Lima. Kemudian Letnan Mas di angkut ke rumah sakit. Karena dirasakannya bahwa ia  tak lama lagi hidup di dunia ini, maka Letnan Mas minta tolong kepada dokter yang merawatnya, agar dipanggilkan penghulu di Padang yang bernama Sutan Mahmud Syah, karena ada hal penting yang harus dikatakan kepadanya. Setelah Sutan Mahmud Syah datang, maka Letnan Mas pun berkata padanya bahwa Samsul bahri masih hidup dan sekarang berada di Padang untuk memadakan pemberontakan, tetapi kini ia sedang dirawat di rumah sakit, karena luka-luka yang dideritanya. Dikatakan pula kepadanya, bahwa Samsulbahri sekarang bernama Mas, yakni kebalikan dari kata Sam, dan berpangkat Letnan. Akhirnya disampaikan pula kepada Sutan Mahmud Syah, bahwa pesan anaknya kalau ia meninggal, ia minta dikebumikan di Gunung Padang di antara makam Sitti Nurbaya dan Sitti Maryam. Setelah berkata itu, maka Letnan Mas pun meninggal.
            Setelah hal itu ditanyakan oleh Sutan Mahmud Syah kepada dokter yang merawatnya, barulah Sutan Mahmud Syah mengetahui bahwa yang baru saja meninggal itu adalah anaknya sendiri, yaitu Letnan Mas alias Samsulbahri. Kemudian dengan upacara  kebesaran, baik pihak pemerintah maupun dari penduduk Padang, dimakamkanlah jenazah Letnan Mas atau Samsulbahri itu diantara makam Sitti Maryam, Sitti Nurbaya seperti yang dimintanya.
            Sepeninggalan Samsulbahri, karena sesal dan sedihnya maka beberapa hari kemudian, meninggal pula Sutan Mahmud Syah. Jenazahnya dikebumikan berdekatan dengan makam isterinya, yaitu Sitti Maryam. Dengan demikian dikuburan Gunung Padang terdapat lima makam yang berjajar dan menderet, yaitu makam Baginda Sulaeman, Sitti Nurbaya, Samsulbahri, Sitti Maryam dan Sutan Mahmud Syah.

           "Analisis Novel  Menggunakan Pendekatan Pragmatik"

“ Alangkah indahnya Dunia ini, apabila diselimuti dengan butir-butir kedamaian, ketentraman, kasih sayang dan cinta. Tak ada orang-orang yang mempunyai sifat jahat dan berhati kelicikan, yang dapat merusak kedamaian dan ketentraman serta dapat merugikan orang-orang yang sedang menjalin ikatan kasih sayang dan cinta. Namun Kita harus percaya, orang-orang yang memiliki sifat jahat dan hati yang licik itu, akan menerima akibat yang telah diperbuat olehnya dan pada akhirnya mereka akan lemah dan kalah ”.
            Novel yang berjudul ‘’Sitti Nurbaya” karya Marah Rusli ini, sangat menarik untuk dibaca oleh berbagai kalangan, karena setelah kita membaca novel ini, kita akan mendapatkan makna-makna baru kehidupan. Novel ini mengangkat tentang kisah cinta yang indah, tentang patriotisme,dan tentang perjuangan nilai-nilai kemanusiaan.
            Novel ini berceritakan tentang sepasang kekasih yang menjalin ikatan cinta, dan mereka berdua berjanji akan sehidup-semati. Namun kini janji cinta itu, hanyalah sebuah khayalan, setelah tokoh yang bernama Datuk Maringgih memanfaatkan akal jahat dan liciknya, untuk memperistri Sitti Nurbaya kekasih dari Samsulbahri. Awalnya Sitti Nurbaya menolak dan tidak mau, tetapi karena ia tidak tega melihat ayahnya akan dimasukan kedalam penjara oleh sijahat Datuk Maringgih, Akhirnya dengan sangat terpaksa ia pun bersedia menjadi istrinya. Namun isi akhir segala novel ini ialah akhir dalam hidup (kematian). Semuannya berawal dari kejahatan Datuk Maringgih. Pertama, meninggalnya Baginda Sulaeman (ayah Sitti Nurbaya), disusul oleh meninggalnya Sitti Nurbaya dan Sitti Maryam (ibu Samsulbahri). Setelah itu karena pembalasan Samsulbahri kepada Datuk Maringgih, yang akhirnya Datuk Maringgih meninggal. Ia meninggal setelah bertarung dengan Samsulbahri yang pada waktu itu menjadi serdadu (tentara) yang berganti nama Letnan Mas. Namun tak lama, Samsulbahri pun meninggal dunia setelah mendapatkan perlawanan dari Datuk Maringgih yang sudah di tembak dengan pistolnya itu. Akhirnya Sutan Mahmud Syah (ayah Samsulbahri) pun meninggal dunia juga karena hidup dalam kesendiriannya.
            Dalam novel ini juga, kedua tokoh yang bernama Samsulbahri dan Sitti nurbaya bisa dijadikan contoh atau panduan hidup untuk kita. Kita bisa lihat dari kepribadian tokoh Samsulbahri yang mempunyai sifat yang baik hati, berhati mulia, cerdas,dan membela orang yang lemah. Begitu juga dengan tokoh Sitti Nurbaya yang memiliki sifat baik hati, sopan, cerdas dan cantik, selain itu kita bisa lihat bagaimana keputusan yang diambil olehnya, untuk rela dan ikhlas menjadi istri si jahat Datuk Maringgih, karena ia tidak mau sampai ayahnya dimasukan ke penjara olehnya. Namun tokoh yang bernama Datuk Maringgih tidak boleh dijadikan sebagai contoh atau panduan hidup, karena ia memiliki sifat yang sangat buruk sekali, Padahal usianya yang sudah lanjut usia atau bisa di bilang kakek-kakek. kita bisa lihat dengan sifat yang jahat dan licik itu, ia dapat merugikan orang lain, bahkan dirinya sendiri, serta yang ia hanya pikirkan ialah kekayaan, menurutnya barang siapa yang melebihi kekayaannya, ia akan memusnahkannya. Jadi, tokoh yang bernama Datuk Maringgih jangan dijadikan sebagai panduan atau tokoh yang patut di contoh untuk kehidupan kita, karena sesungguhnya Allah tidak suka kepada hambanya yang berbuat jahat kepada sesamanya.
Pengarang mengajak kita, untuk memetik beberapa nilai moral dari novelnya yang berjudul ‘’Sitti Nurbaya’’ (Kasih Tak Sampai) yang sangat terkenal ini, antara lain :
“Demi orang-orang yang dicintainya, seorang wanita bersedia mengorbankan apa saja, meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri. Terlebihnya pengorbanan tersebut demi orang tuanya”.  
“Bila asmara melanda jiwa seseorang, maka luasnya samudera tak akan mampu menghalangi jalannya cinta. Demikian cinta yang murni tak akan padam sampai mati”.
“Bagaimana pun juga praktek lintah darat merupakan sumber malapetaka bagi kehidupan keluarga”.
“Menjadi orang tua, hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu persoalan hanya karena untuk menutupi perasaan malu belaka sehingga mungkin berakibat penyesalan yang tak terhingga”.
“Kebenaran sungguh diatas segala-galanya”.
“Akhir dari segala kehidupan adalah mati, tetapi mati jangan dijadikan akhir dari persoalan hidup.”